kita selalu mengartikan gadungan sebagai profesi yang dilakukan oleh seseorang yang bukan ahlinya, atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan yang memang bukan kompetensinya. Misalkan dokter gadungan, yaitu orang yang mengaku dokter atau menjalankan praktek kedokteran, eh ternyata bukan dokter beneran. Lalu ada polisi gadungan yang pura-pura jadi polisi untuk meras orang. Bidan gadungan atau bahkan ustadz gadungan juga banyak. Ngakunya ustadz, eh kok malah cabulin jamaahnya.
dan Gadungan biasanya identik dengan konotasi negatif. Karena sang pelaku bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi atau lainnya dengan sebanyak-banyaknya.
tapi Gadungan yang ini lebih menarik. gadungan yang ini sang pelaku tidak memperoleh keuntungan sedikitpun (dalam kasus ini saja). Malah terkadang harus mengeluarkan uang.
Heran sebenarnya kenapa bisa begitu.
mari kita simak...
awal kisah...
Heran sebenarnya kenapa bisa begitu.
mari kita simak...
awal kisah...
Menjadi seorang guru bukanlah
cita-cita saya. Meskipun sekarang profesi itu saya jalani, itu lebih
dikarenakan suatu ‘kecelakaan’. 100% saya adalah sarjana teknik, dan tentu saja
saya ingin menjalani profesi sesuai dengan keilmuan saya.
Tapi takdir memang tidak harus sesuai
dengan keinginan.
Apalagi setelah saya jalani, profesi
guru memang jarang ada enaknya.
Berulang kali saya katakan kepada
istri saya, yang kebetulan kuliahnya dulu memang jurusan tarbiyah, “jurusan
pendidikan adalah jurusan yang paling ‘mudah’ ”, tapi menjadi seorang pendidik
yang tidak mudah, alias sulit, dan sebenarnya saya juga malas menjalaninya.
para siswa mengisi waktu istirahat dengan main catur
Meski begitu, saya bukanlah orang yang tanpa komitmen, apalagi tanpa tanggung jawab. Walau terkadang mengeluh menghadapi bocah-bocah yang super duper kelakuannya, saya tetap mengajar dengan sepenuh hati, sesuai dengan kemampuan yang saya miliki tentunya.
Profesi guru adalah
profesi yang paling njelimet, setidaknya itu pendapat saya. Lebih mudah menghitung volume produksi, atau
menghitung lossing, atau mencari penyebab mengapa rendemen CPO tidak tercapai,
atau bahkan lebih mudah menjadi seorang direktur barangkali. Saya katakan mudah karena saya memang menyukai hal-hal seperti diatas.
Bayangkan, sebelum semester
dimulai, seorang guru seharus sudah membuat SILABUS, RPP, PROTA, PROSEM (silahkan tanya mbah
google kepanjangannya) dan yang lain, terkadang juga harus nyiapin
PROMAg.
Yang saya katakan tadi baru tentang
yang pahitnya saja. Sebenarnya menjadi guru
bukan berarti tidak ada senangnya, ada juga senangnya, terutama kalo pas
gajian.
Selain itu, jam kerjanya lebih
santai, tuntutan kerja tidak berat, apalagi target produksi atau target penjualan, tidak ada /
no hadong sama sekali. Asal semua siswa lulus, berarti beres…
Libur semester, kita ikut libur,
setahun dua kali pula, yang ini tentunya gak dimiliki sama karyawan kantoran
tentunya, jam kerja guru paling sore jam 3.00, itu pun belum tentu sebulan
sekali.
Tapi ya begitulah, kalo menjadi
guru bukan niat dari awal, saat menjalaninya terkadang muncul rasa males campur
bosen. Kalo ini munculnya pas menghadapi anak-anak yang kelakuannya lebih sopan
kucing dan aturannya lebih mudah bebek. Coba bayangkan,
ayam saja saya bentak langsung lari terbirit-birit, ini anak murid malah
melawan. Padahal tu anak disuruh menghitung satu sampai seratus aja belum
tentut bisa… (dalam bahasa inggris dan bahasa arab tentunya).
Yah,, mau gimana lagi,,, bukan
gurunya saja yang gadungan, mungkin muridnya juga gadungan.
kalau anda bukan sarjana keguruan, tapi berprofesi sebagai guru, inilah "kegadungan" yang kita jalani.
"SELAMAT MENJALANI PROFESI SEBAGAI GURU GADUNGAN"
kalau anda bukan sarjana keguruan, tapi berprofesi sebagai guru, inilah "kegadungan" yang kita jalani.
"SELAMAT MENJALANI PROFESI SEBAGAI GURU GADUNGAN"
Namanya juga gadungan.....
BalasHapus