Minggu, 14 Desember 2014

GURU GADUNGAN



kita selalu mengartikan gadungan sebagai profesi yang dilakukan oleh seseorang yang bukan ahlinya, atau seseorang yang melakukan suatu pekerjaan yang memang bukan kompetensinya. Misalkan dokter gadungan, yaitu orang yang mengaku dokter atau menjalankan praktek kedokteran, eh ternyata bukan dokter beneran. Lalu ada polisi gadungan yang pura-pura jadi polisi untuk meras orang. Bidan gadungan atau bahkan ustadz gadungan juga banyak. Ngakunya ustadz, eh kok malah cabulin jamaahnya.
dan Gadungan biasanya identik dengan konotasi negatif. Karena sang pelaku bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi atau lainnya dengan sebanyak-banyaknya.

tapi Gadungan yang ini lebih menarik. gadungan yang ini sang pelaku tidak memperoleh keuntungan sedikitpun (dalam kasus ini saja). Malah terkadang harus mengeluarkan uang.
Heran sebenarnya kenapa bisa begitu.
mari kita simak...

awal kisah...

Menjadi seorang guru bukanlah cita-cita saya. Meskipun sekarang profesi itu saya jalani, itu lebih dikarenakan suatu ‘kecelakaan’. 100% saya adalah sarjana teknik, dan tentu saja saya ingin menjalani profesi sesuai dengan keilmuan saya.
Tapi takdir memang tidak harus sesuai dengan keinginan.
Apalagi setelah saya jalani, profesi guru memang jarang ada enaknya.
Berulang kali saya katakan kepada istri saya, yang kebetulan kuliahnya dulu memang jurusan tarbiyah, “jurusan pendidikan adalah jurusan yang paling ‘mudah’ ”, tapi menjadi seorang pendidik yang tidak mudah, alias sulit, dan sebenarnya saya juga malas menjalaninya.

para siswa mengisi waktu istirahat dengan main catur

Meski begitu, saya bukanlah orang yang tanpa komitmen, apalagi tanpa tanggung jawab. Walau terkadang mengeluh menghadapi bocah-bocah yang super duper kelakuannya, saya tetap mengajar dengan sepenuh hati, sesuai dengan kemampuan yang saya miliki tentunya.
Profesi guru adalah profesi yang paling njelimet, setidaknya itu pendapat saya. Lebih mudah menghitung volume produksi, atau menghitung lossing, atau mencari penyebab mengapa rendemen CPO tidak tercapai, atau bahkan lebih mudah menjadi seorang direktur barangkali. Saya katakan mudah karena saya memang menyukai hal-hal seperti diatas.
Bayangkan, sebelum semester dimulai, seorang guru seharus sudah membuat SILABUS, RPP, PROTA, PROSEM (silahkan tanya mbah google kepanjangannya) dan yang lain, terkadang juga harus nyiapin PROMAg.

Yang saya katakan tadi baru tentang yang pahitnya saja.  Sebenarnya menjadi guru bukan berarti tidak ada senangnya, ada juga senangnya, terutama kalo pas gajian.
Selain itu, jam kerjanya lebih santai, tuntutan kerja tidak berat, apalagi target produksi atau target penjualan, tidak ada / no hadong sama sekali. Asal semua siswa lulus, berarti beres…
Libur semester, kita ikut libur, setahun dua kali pula, yang ini tentunya gak dimiliki sama karyawan kantoran tentunya, jam kerja guru paling sore jam 3.00, itu pun belum tentu sebulan sekali.

Tapi ya begitulah, kalo menjadi guru bukan niat dari awal, saat menjalaninya terkadang muncul rasa males campur bosen. Kalo ini munculnya pas menghadapi anak-anak yang kelakuannya lebih sopan kucing  dan aturannya lebih mudah bebek. Coba bayangkan, ayam saja saya bentak langsung lari terbirit-birit, ini anak murid malah melawan. Padahal tu anak disuruh menghitung satu sampai seratus aja belum tentut bisa… (dalam bahasa inggris dan bahasa arab tentunya).

Yah,, mau gimana lagi,,, bukan gurunya saja yang gadungan, mungkin muridnya juga gadungan.


kalau anda bukan sarjana keguruan, tapi berprofesi sebagai guru, inilah "kegadungan" yang kita jalani.
                        "SELAMAT MENJALANI PROFESI SEBAGAI GURU GADUNGAN"

1 komentar: